Menkeu: Masalah Aset Penyebab LKKL Masih Buruk


(Vibiznews - Finance) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, masalah pengelolaan aset oleh kementerian/lembaga (K/L) yang belum sempurna menjadi salah satu penyebab masih buruknya laporan keuangan kementerian/lembaga (LKKL).

"Satu yang membuat kita `disclaimer` atau tanpa memberikan pendapat (TMP) adalah masalah aset," kata Menkeu di Jakarta, Rabu.

Ia membantah bahwa semua LKKL buruk karena masih ada yang menunjukkan perkembangan positif dan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Pemerintah akan membenahi LKKL yang masih buruk itu secara obyektif, termasuk dalam pembenahan pengelolaan aset oleh K/L.

"Masalah aset pengelolaan aset menjadi perhatian kami, untuk 2008, sebagian besar instansi sudah masuk, ada yang masih belum, namun target saya tetap 2009," katanya.

Ia menyebutkan, aset negara berupa tanah, rumah dinas, bangunan, dan lainnya yang selama ini belum diinventarisasi, akan terus dilakukan.

"Kalau penyebabnya yang lain seperti pencatatan yang salah, salah satunya karena banyak sekali satker kita yang memang belum memiliki kemampuan akuntansi untuk membukukan pengeluaran atau pengelolaan keuangan secara bagus," katanya.

Untuk menyelesaikan masalah itu, Depkeu melakukan pelatihan untuk kementerian yang besar seperti Depkeu, Depdiknas, dan Depag.

"Ini perlu waktu dua hingga tiga tahun untuk 22.000 orang, itu cukup ambisius, bayangkan belajar akuntansi untuk 22 ribu orang, kalau universitas satu angkatan paling seribu orang," katanya.

Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) kepada 16 LKKL dari 87 LKKL yang diperiksa selama semester I 2008 atau hanya mencakup 12 persen anggaran APBN.

Menurut BPK, kecenderungan negatif ini menjadi bukti yang mencerminkan bahwa pemerintah lamban dalam memperbaiki administrasi pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang lebih transparan dan akuntabel.

"Ini merupakan temuan yang berulang dari tahun ke tahun," kata Ketua BPK Anwar Nasution.

Hasil pemeriksaan BPK itu berisi laporan hasil pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan keuangan negara di pemerintah pusat dan pemerintah daerah, termasuk BUMN dan BUMD.

BPK melaporkan rangkuman hasil pemeriksaan selama periode Januari-Agustus 2008, yang mencakup tiga jenis pemeriksaan. Yaitu, pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Di tingkat pusat, BPK melakukan pemeriksaan terhadap 87 LKKL Hasilnya, hanya 16 K/L yang mendapat opini WTP. Selebihnya, 31 K/L mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Kemudian, terhadap 37 K/L, BPK tidak memberikan pendapat (TMP). Sementari 1 K/L mendapat opini Tidak Wajar (TW).

"K/L yang mendapat TMP adalah yang menguasai porsi besar APBN, seperti Depkeu, Depdiknas, Depkes, Dep. PU dan Dephan/TNI," kata Anwar.

Ref : Finance and Accounting


Survei CFO: Perekonomian Tidak Pulih Hingga 2009, Harga Minyak Sumber Kekhawatiran

Oleh: Rinella Putri

(Vibiznews – Finance) - Para CFO di AS tidak memperkirakan perekonomian bakal pulih hingga 2009 atau sesudahnya. Sementara itu, tenaga kerja domestic diperkirakan akan menurun dan inflasi diperkirakan akan menguat 4.1 persen. Demikian adalah sebagian dari temuan dari survey global yang dilakukan Duke University dan CFO Magazine, yang bertanya kepada lebih dari 1,000 CFO dari berbagai perusahaan public hingga swasta secara global mengenai ekspektasi mereka terhadap perekonomian.

Tanda Stagflasi
Menurut lebih dari setengah CFO AS yang disurvei, perekonomian AS diperkirakan tidak akan pulih hingga pertengahan 2009 atau sesudahnya. Bahkan menurut John R. Graham, kepala survey yang juga profesor di bidang keuangan di Sekolah Bisnis Fuqua, kondisi ini mungkin akan menjadi perlambatan yang terpanjang sejak resesi tahun 1979-81. Yang lebih mengkhawatirkan adalah terdapat indikasi terjadinya stagflasi, yakni lambatnya perekonomian dikombinasi dengan naiknya pengangguran dan inflasi.

Kekhawatiran: Minyak, Permintaan dan Karyawan
Beberapa kekhawatiran yang muncul pada CFO AS antara lain adalah tingginya harga bahan bakar dunia, lemahnya permintaan konsumen, sektor kredit, sulitnya mempertahankan karyawan berkualitas, hingga membuat perencanaan di tengah ketidakpastian.

6 diantara tiap 10 CFO yang disurvei mengungkapkan bahwa perusahaan telah mengambil langkah untuk mengurangi dampak lonjakan harga bahan bakar. 45 persen mengaku telah mentransfer tingginya biaya input ke pelanggan dengan meningkatkan harga jual, 45 persen mengurangi perjalanan bisnis, 43 persen meningkatkan efisiensi manajemen fasilitasnya, dan lebih dari sepertiga mengaku telah berpindah ke metode pengiriman yang lebih efisien, 25 persen margin labanya tergerus, serta 13 persen bahkan menggunakan instrument derivative untuk melakukan hedging.

Optimisme
Dengan kondisi perekonomian AS seperti ini, maka para CFO terpaksa melakukan perubahan rencana. 40 persen dari perusahaan yang disurvei mengaku bahwa mereka menunda, mengurangi ataupun membatalkan rencana investasi barunya. Sekitar 82 persen mengaku terkena langsung badai krisis kredit. Meskipun begitu, pada kuartal ini level optimisme terpantau meningkat. Menurut Campbell R. Harvey, profesor dari Duke University, pada kuartal IV 2007 dan kuartal I 2008, pesimisme lebih dominant, dengan perbandingan 8:1, sementara kini rasio tersebut membaik jadi 3:1, yang mengindikasikan stabilisasi.



Optimisme Regional
CFO di Eropa kini menjadi sangat pesimis. 64 persen dari mereka lebih pesimis terhadap perekonomian negara mereka dibandingkan dengan kuartal lalu. Sementara itu hanya sekitar 8 persen yang lebih optimis. Lemahnya permintaan konsumen adalah kekhawatiran yang utama, diikuti oleh harga bahan bakar (ancaman inflasi).

Sementara itu,optimisme CFO di Asia turun secara dramatis, dan mencapai rekor terendah baru. Sekitar 62 persen lebih pesimis dibandingkan kuartal lalu, dan hanya 21 persen yang lebih optimis. Kekhawatiran utama mereka antara lain permintaan konsumen, biaya bahan bakar, ancaman inflasi, dan pelemahan dollar.

Di sisi lain, sebagian besar CFO Cina percaya bahwa peristiwa gempa bumi di Sichuan akan mempunyai efek yang sedikit negative terhadap perekonomian, dan 26 persen menyatakan bahwa efeknya akan besar dan memicu inflasi. Sekitar 65 persen lebih pesimis terhadap perekonomian negaranya dibandingkan kuartal lalu, hanya 25 persen yang lebih optimis.

Ref : Finance and Accounting


Komunikasi yang Tepat dengan Investor

Oleh: Rinella Putri

(Vibiznews – Finance) – Perusahaan kadang menghabiskan banyak waktu untuk berkomunikasi dengan kurang tepat dengan investor. Eksekutif sebaiknya lebih fokus untuk berkomunikasi dengan investor intrinsik, dalam rangka mencapai keselarasan antara nilai intrinsik dan nilai pasar. Berikut ini adalah ulasan singkat seperti yang dikemukakan McKinsey.

McKinsey mengungkapkan bahwa investor secara garis besar terdiri dari 3 kategori, yakni:

Intrinsic investors
Investor yang berinvestasi pada perusahaan setelah melakukan due dilligence terhadap kemampuan intrinsik perusahaan dalam menciptakan value. Jika mereka sudah berinvestasi, maka mereka akan memberi dukungan pada manajemen dan strateginya. Investor tipe ini juga punya dampak besar dalam menyelaraskan nilai intrinsik perusahaan dengan nilai pasarnya, karena mereka melakukan jual beli dalam volume besar.

Mechanical investors

Yang masuk dalam kelompok ini adalah investor yang trading menggunakan komputer/robot dan investor yang trading dengan model komputer untuk mengambil keputusan berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria ini berdasarkan pada kriteria kuantitatif, sehingga tidak ada ruang bagi kriteria kualitatif, misalnya strategi manajemen.

Trader
Mereka yang masuk dalam kelompok trader berusaha untuk mengambil gain jangka pendek. Umumnya trader tidak mempelajari emiten secara mendalam sebelum berinvestasi, melainkan hanya mengandalkan informasi yang dapat memberikan keuntungan.

Dari ketiga tipe investor tersebut, tentunya yang paling penting bagi perusahaan adalah investor intrinsik. Sehingga, dalam risetnya McKinseymemberikan rekomendasi berikut supaya perusahaan dapat berkomunikasi dengan baik dengan investor intrinsik:

Detail
Investor intrinsik menghabiskan banyak waktu untuk melakukan penelitian pada perusahaan Anda. Jika Anda terbiasa memberi penjelasan singkat pada pers ataupun trader, maka investor intrinsik perlu lebih dari itu. Mereka membutuhkan penjelasan secara mendetail mengenai bagaimana kinerja perusahaan, strategi yang ditempuh, dan rencana ke depan. Jika Anda tidak memberikan penjelasan yang memuaskan, maka tentunya mereka tidak akan berinvestasi.

Feedback
Sebagian besar perusahaan setuju bahwa memahami sudut pandang investor akan sangat berguna bagi mereka dalam hal mengembangkan strategi maupun berkomunikasi dengan investor. Namun, seringkali manajemen hanya mengandalkan ringkasan atau wawancara sederhana dengan investor atau analis mulai dari laporan pendapatan hingga repurchase saham. Sehingga, manajemen tidak bisa menghubungkan pandangan investor terhadap tingkat pentingnya bagi perusahaan atau terhadap strategi investasi mereka. Melalui pendekatan yang tersegmentasi yang mengklarifikasikan tujuan dan kebutuhan masing-masing investor, maka eksekutif akan dapat menerjemahkan feedback dengan konteks yang tepat.

Sediakan Waktu
CEO atau CFO seharusnya menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan para investor intrinsik mereka. Mereka harus menjadi fokus komunikasi perusahaan. McKinsey sendiri mengemukakan bahwa investor intrinsik berpikir bahwa sebaiknya eksekutif menyediakan 10 persen dari waktu mereka untuk aktivitas yang terkait dengan investasi, sehingga setidaknya manajemen akan berhubungan secara aktif dengan 15 hingga maksimal 20 orang. Tugas dari bagian Investor Relations-lah yang mensortir mana saja investor terpenting dari perusahaan.

Ref : Finance and Accounting